MAKALAH
KEBIJAKAN POLITIK TERHADAP AGAMA
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan
Yang
dibina oleh Bapak Sauki, M.Pd.I
Oleh
Kelompok
6 (Enam)
Universitas
Islam Negri Sunan kali jaga
Fakultas
Ilmu Sosial Dan Humaniora
Prodi
Psikologi
26
November 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Alhamdulillah segala puji kita
panjatkan kepada Allah SWT. Atas limpahan rahmat-Nya, penulis dapat
merampungkan penulisan makalah ini, semoga kita selalu berada dalam ridho-nya.
Amin.
Kami mengucapkan terimakasih kepada orang tua kami yang
telah membesarkan dan juga yang telah membiayai kami. Dan kepada dosen pengampu
yang telah memberikan ilmu dan tugas ini kepada kami sehingga kami menjadi
seperti sekarang.
“maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai”
dalam menyusun makalah sederhana ini kami berusaha semaksimal mungkin menyerap
pengetahuan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ini. Namun, karena
keterbatasan kami, kami tidak dapat menyajikan materi secara sempurna. Untuk
itu kami mohan maaf atas segala kekurangan makalah ini. Kami sangat berterima
kasih apabila para pembaca menitip saran dan kritik demi perbaikan mutu makalah
ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih
menjadikan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Pamekasan, 26 November 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik
B. Pengertian kebijakan
C. Pengaruh Kebijakan
Politik Terhadap Agama
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kebijakan politik terhadap agama memang
menjadi persoalan yang kontrofersi dalam konteks kekinian, di Negara-Negara Eropa
setelah zaman renaisans, agama dipisahkan dengan negara karena terjadi
propaganda dalam gereja sendiri, yang membuat masyarakat tertekan dengan
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh gereja karna pada saat itu pemerintah
ada di bawah gereja. Hal ini berbanding terbalik dengan Negara-negara islam di
timur, yang meletakan dasar agama pada tatanan pemerintahan. Perkembangan
mutakhir politik Indonesia menunjukan bahwa agama merupakan satu institusi
politik yang paling penting dalam system pancasila sebab, dari agamalah para
politisi coba memusatkan atau mencari legitimasi mereka, baik secara langsung
ataupun tidak. Agama dipergunakan sebagai sumber bagi ketajaman-ketajaman moral
dan keputusan-keputusan terhadap rakyat yang merupakan basis dari masyarakat
Indonesia, Soekarno sendiri selalu bersikeras berpendapat bahwa agama adalah
“elemen absolut bagi pembangnan bangsa . “
Persoalan kebijakan pemerintah
terhadap agama-agama di Indonesia sebenarnya sudah muncul jauh sebelum
kemerdekaan. Pada masa awal perkembangan agama di Indonesia misalnya para raja
yang memposisikan agama sebagai instrument politik kerajaan mereka. Pada masa kolonial
belanda agama di Indonesia diperlakukan sebagai alat ntuk membela kepentingan
kekuasaan di negri jajahannya. Pada masa kemerdekaan sekarang ini politik
pemerintah terhadap agama di arahkan agar agama dan komunitas beragama
berkonstribusi positif terhadap kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara
serta terhadap terwujudnya suasana aman, damai, dan sejahtera.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian politik secara
luas ???
2.
Apa yang dimaksud dengan
kebijakan ???
3.
Apa pengruh kebijakan politik
terhadap agama ???
C.
Tujuan
1.
Mengetahui arti politik secara
luas
2.
Mengerti maksud dan tujuan dari
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah khususnya kebijakan politik
3.
Tau sejarah perpolitikan
pemerintah terhadap agama dan peka terhadap pengaruh yang timbul.
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Politik
Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam
suatu system politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Penganbilan
keputusan (decisionmaking) mengenai apakah yang mejadi tujuan dari sistem
politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah di pilih itu.
Untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi
dari sumber –sumber dan resources yang ada.
Untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan dan kewenangan,
yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang di pakainya dapat
bersifat persuasi dan jika perlu bersifat paksaan.
Menurut
Karl Deutsch, politik adalah koordinasi yang dapat dipercaya dari suatu usaha
dan pengharapan manusiawi untuk memperoleh tujuan-tujuan masayarakat. Politik
adalah aspek dari semua perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi
tujuan-tujuan kolektif. Politik juga bisa di artikan sebagai tindakan yang
dijalankan menurut suatu rencana tertentu, terorganisasi dan terarah, yang
secra tekun berusaha mnghasilkan, mempertahankan atau merubah susunan
kemasyarakatan.
1.
Zamharir, M. Hari, analisis kritis pemikiran politik Nur Cholis Madjid, hal.251
B.
Pengertian Kebijakan
Kebijakan
secara etimologi berasal dari kata bijak yang berarti pandai mempergunakan akal
atau cendikia². Dalam kamus ilmiah yang di tulis oleh M. Dahlan al-Barry lalu
ditambahi dengan imbuhan ke- dan –an dimana ketika suatu kalimat ditambahi
imbuhan tersebut maka ada sebuah pergeseran makna menjadi, kumpulan yang pandai
mempergunakan akal. Secara terminologi diartikan sebagai pertimbangan akal
sehat untuk memutuskan suatu permasalahan atau kecerdikan dalam memutuskan
hal-hal yang praktis.
C.
Pengaruh kebijakan politik
terhadap agama
1.
Masa Pemerintahan Orde Lama
2.
Al-barry, M. Dahlan, kamus
ilmiah, hal.82
3.
Ubaidillah, A.,Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani,hal.129
Di masa orde lama
terjadi perdebatan yang amat tajam antara Soekarno yang menamakan dirinya
nasionalis, dan kelompok M. Natsir yang menyebut dirinya sebagai moderenis.
Kelompok Natsir berpendapat, bahwa nilai-nilai agama harus di jalankan dalam
bernegara. Negara harus menjalankan nilai-nilai agama. Negara dapat berbentuk
apa saja, tapi nilai-nilai agama harus dijalankan didalamnya. Penjelasan lebih
lanjut tentang polemik Soekarno dan Natsir ini dijelaskan oleh Moh. Mahfud 1999
: 55-57) sebagai berikut. Soekarno berpendirian bahwa demi kemajuan Negara dan
agama sendiri, Negara dan agama harus dipisahkan. Sedangkan Natsir berpendirian
sebaliknya, bahwa agama dan Negara harus menjadi satu. Artinya agama harus
diurus oleh Negara, sedangkan Negara diurus berdasarkan ketentuan-ketentuan
agama.
2.
Masa Pemerintahan Orde Baru
Di masa pemerintahan Orde Baru,
hubungan agama dan Negara mengalami perubahan-perubahan dan
perkembangan-perkembangan yang cukup signifikan. Pada mulanya pemerintah
menaruh kecurigaan-kecurigaan terhadap Islam. Ini timbul menurut Masykuri
Abdillah (1999:43-44) karna pemerintah
orde baru menghawatirkan politisasi ilsam dan kemampuannya menggerakan massa,
yang dalam waktu singkat dapat melawan mereka. Ini juga disebabkan karna
kelompok militer yang mendukung pemerintah Orde Baru banyak berasal dari
kelompok abangan dan priyayi (aristocrat dan birokrat jawa). Pola semacam ini
menurut Abdul Aziz Thoba (1996 : 240-243) disebut hubungan bersifat
antagonistik. Dalam kata yang lebih tegas, kebijakan politik pemerintah Orde
Baru terhadap Islam adalah bersifat mendorong berbagai aktivitas keagamaan
Islam dan membatasi berbagai aktivitas politik Islam.
Kebijakan politik yang amat menyolok
tentang agama di masa pemerintahan Orde Baru adalah penetapan asas tunggal bagi
partai poitik dan ORMAS. Kebijakan asas tunggal pancasila ini, mennurut
Azyumardi Azra, menandai puncak atau selesainya program de-islamisasi politik
masa Orde Baru. Maka politik isalam seolah-olah telah tamat. Setidaknya secara
formal, semua parpol yang ada hanya
mempunyai asas Pancasila, tidak ada yang mempunyai asas agama tertentu termasuk
islam.
Kondisi seperti digambarkan di atas,
secara berangsur berubah menjelang tahun 90-an. Masa ini lah yang disebut masa
bulan madu (rapprochement) antara umat Islam dan pemerintah. Di masa ini
dimungkinkan terbentuknya ICMI, Bank Muamalat, BPR Syariah, pelaksanaan
festival Istiqlal, penetapan undang-undang tentang system Pendidikan Nasional,
UU peradilan agama dan lain-lain yang mengakui eksistensi umat muslimin. Inilah
yang disebut oleh Munawir Sajadzali-mantan Mentri Agama RI- bahwa inspirasi
umat islam justru lebih banyak terakomodasi di saat di Indonesia tidsk ada
partai islam. Lebih lanjut Munawir Sajadzali (1992 : 10) mengatakan bahwa
kehiduppan keagamaan khususnya bagi umat Islam di Indonesia berkembang sangat
baik justru pada waktu tidak ada lagi partai berbenderakan Islam yang mengaku
mewakili perjuangan islam serta penyalur
eksklusif dari aspirasi umat Islam.
3.
Masa Pemerintahan Pasca
Reformasi
Kebijakann pollitik pasca reformasi
yang diawali dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan dan digantikan
oleh B.J. Habibie, merupakan tonggak awal sejarah demokrasi dalam arti yang
luas di negara Indonesia. Demokrasi ini tentu saja berakibat pada terbukanya
simpul-simpul otoritarianisme pada orde-orde sebelumnya. Ini berdampak pula
pada kebebasan berpolitik dan mengekspresikan ajaran-ajaran agama.
Kebebasan politik, yang ditandai
dengan munculnya 48 partai politik peserta pemilu tahun 1999, dimana partai
politik bebas menentukan asasnya dan tidak lagi harus menggunakan asas
tunggal-Pancasila , merupakan salah satu indikator bahwa pemerintah sudah
mengurangi intervensi kebebasan politik kepada warganegara . hal inipun masuk
dalam sector agama, dimana pemerintah memberikan kebebasan kepada pemeluknya
untuk mengatur dan mengamalkannya. Hal tersebut tampat terlihat dengan
diberikannya kebebasan kepada pemeluk agama Konghucu untuk mengadakan
kegiatan-kegiatan keagamaan di masa pemerintah K.H. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), meskipun hal itu belum dilakukan oleh pemerintah sebelumnya, President
B.J. Habibie
4.
Kebijakan politik terhadap
agama lokal
Pada pemerintahan saat ini yang di
pimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan politik terhadap agama
lokal khususnya, menjadi persoalan yang terabaikan, karena departemen agama
sendiri dalam Undang-undang hanya mengakui enam agama saja yaitu; Islam,
Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan yang terakhir agama
konghuchu yang belum lama diresmikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid menjadi
agama yang diakui oleh negara. Sementara itu agama lokal sendiri yang sudah
lama ada cenderung terabaikan dalam artian
pemerintah tidak mendukung kebudayaan-kebuadayaan yang mereka miliki, contohnya
; upacara adat, kematian, dan sejenisnya. Bahkan pemerintah menggolongkannya pada
salah satu agama yang diresmikan tersebut. Ini menjadi sebuah persoalan yang
menimbulkan ketegangan dari masyarakat penganut agama tersebut, contohnya agama Towani
Tolotang yang berada di Sulawesi Selatan, agama wiwitan yang dianut oleh
masyarakat Badui yang ada di Banten, atau agama Samin yang ada di Tengger.
Pemerintah membuat kebijakan yang keliru sehingga hal tersebut menjadi sebuah
propaganda. Sebagaimana mengutip dari Ibnu Qayyim (2004) , kebijakan negara
yang menuntut formalisasi agama menafikan dan meminggirkan kebebasan mereka
dalam menjalankan agama. Dalam sejarahnya, agama-agama lokal mengalami berbagai
tindakan diskriminasi. Demikian pula, agama lokal mendapat pembatasan ruang
gerak akibat konstruk negara untuk mengekspresikan ajaran.
BAB
II PENUTUP
KESIMPULAN
Perkembangan kebijakan politik
tentang agama sejak pemerintahan orde lama sampai pemerintahan pasca reformasi
memiliki perubahan yang signifikan. Di era Orde Lama, Soekarno mencoba untuk
memisahkan negara dengan agama melalui pemikiran sekulernya walaupun ketika itu
banyak pihak yang kontradiktif terhadap pemikirannya. Dilanjut dengan Soeharto
yang pada masa itu melarang keras agama untuk berkecimpung dalam dunia politik,
karena kekhawatirannya bahwa agama dapat mengambil masa yang dapat menjatuhkan
pemerintahannya. Akhirnya para pemeluk agama menghirup udara segar, pada saat pasca Reformasi, agama telah diberi
kebebasannya untuk ikut serta dalam perpolitikan negara selama tidak melanggar
hukum. Akan tetapi pemerintah saat ini cenderung tidak memperhatikan atau
mengabaikan agama-agama lokal yang terlebih dahulu ada di Indonesia, bahkan
mendiskriminasi hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ubaidillah, A., Pendidikan
Kewargaan, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta : IAIN Jakarta Press), 2000
Zamharir, M.
Hari., Agama dan Negara, Analisis kritis pemikiran politik Nurcholis Madjid,
(Jakarta : RajaGrafindo
Persada), 2004
Hasse J., kebiajakan
negara terhadap agama lokal di Indonesia (studi kebijakan negara terhadap Towani Tolotang), Jurnal Studi
pemerintah, volume 1 nomor 1 Agustus 2010
Al-barry, M.
Dahlan, kamus ilmiah terpopuler
Tidak ada komentar:
Posting Komentar